CONTOH LAPORAN PENDAHULUAN VERTIGO
Edited By.Muhammad Imron,S.Kep,Ns
A. Landasan Teoritis.
- Pengertian.
Vertigo adalah perasaan
yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita sekitarnya atau sekitarnya
terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa berputar atau bergerak naik turun
dihadapannya. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah, bekringat, dan
kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran. Sering kali disertai
gejala-gejala penyakit telinga lainnya.
- Tanda
dan Gejala.
Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang
paling sering dijumpai dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak
mengalami vertigo bila duduk atau berdiri diam tapi serangann timbul bila
terjadi perubahan posisi ( misalnya sedang tidur terlentang ke depan dan ke
belakang kemudian miring ke posisi yang terganggu ). Atau gerakan kepala atau
badan, umumnya gerakan kedepan dan ke belakang yang memicu vertigo, vertigo
biasanya hanya berlangsung beberapa detik. Perubahan posisi kepala menghebat
vertigo dan helitonitis vestibulans dan beberapa vertigo lain yaitu perifer
atau sentra, tetapi pada gejala ini hanya timbul setelah gerakan kepala
tertentu.
- Patofisiologi.
Penyebab penyakit ini belum diketahui, kemungkinan
karena pemasukan cairan dan garam yang
berlebihan, bekerja terlalu berat dan pengaruh emosi.
Pada penyakit ini ditemukan pelebaran labirin membran mukosa
disertai rusaknya sel saraf sensori pada ampula dan koklea. Biasanya yang
terkena saraf telinga lainnya.
Penyakit ini lazim terdapat pada penderita setengah tua,
tiba-tiba mendapat serangan vertigo berat diikuti mual dan muntah. Serangan
timbul beberapa jam, tetapi penderita memerlukan istirahat di tempat tidur
selama dua – tiga hari. Diperlukan beberapa waktu untuk dapat bekerja kembali
sebab penderita masih belum bisa berjalan sempurna serta kurang percaya akan diri
sendiri. Penderita dapat sembuh setelah beberapa hari, tetapi dapat juga sampai
beberapa bulan. Selama serangan penderita menjadi tuli namun pulih kembali bila
penyakit telah sembuh. Keluhan tinitus pada teling yang terkena sering memburuk
sebelum atau selam serangan. Sayangnya banyak penderita yang makin lama makin
tuli selama penyakit berjalan.
- Komplikasi.
Komplikasi penyakit vertigo ini biasanya adalah
penyakit meniere, trauma telinga dan labirimitis, epidemic atau akibat otitis
media kronika. Vertigo juga dapat disebabkan karena penyakit pada saraf
akustikus serebelum atau sistem kardiovaskuler.
- Penatalaksanaan.
Pada fase akut penderita harus dibaringkan dan
diberi Avoming 25 mg tiap 6 jam. Kalau muntah dan vertigo hebat penderita perlu
dirawat di Rumah Sakit. Promethazine 25 mg dan Chlorpromazine 1,25 mg melalui
IM tiap 6jam selama 24 jam akan mengurangi muntah dan vertigo yang hebat.
Pada fase tenang penderita dianjurkan untuk :
a)
Mengurangi minum hanya sampai tiga gelas sehari.
b)
Pantang garam.
Sebagian besar penderita sembuh dengan cara tersebut diatas.
Hanya sebagian kecil saja vertigonya kambuh yang memerlukan operasi pada teling
yang terkena.
Bilamana pendengaran masih baik dianjurkan operasi untuk
menghilangkan vertigo sambil mempertahankan pendengarannya seperti :
a)
Miringotomi dan pemasangan gromet dapat mengurangi
vertigo.
b)
Dekomprese sakus endolimfatikus untuk mengurangi
tekanan di dalam labirin mukosa dapat menghilangkan vertigo.
c)
Perusakan dengan ultra sonik terhadap labirin untuk
mempertahankan koklea telah dicoba pula tetapi cara ini sudah banyak
ditinggalkan oleh ahli THT.
d)
Bilamana satu telinga tuli besar dan menyebabkan
kambuhnya vertigo perusakan labirin membranosa perlu dilakukan dengan cara
operasi ini penderita dibebaskan sama sekali dari vertigo sedangkan hilangnya
pendengaran tidak merisaukan penderita.
B. Asuhan Keperawatan.
- Pengkajian.
☻
Aktifitas / Istirahat.
Letih, lelah, malaise, keterbatasan akibat keadaan,
ketegangan mata, insomnia.
☻
Makanan / Cairan.
Mual / muntah, anoreksia ( selama nyeri ),
penurunan berat badan.
☻
Neurosensori.
Pening, disorientasi ( selama sakit kepala ), tidak
mampu berkonsentrasi, riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma,
stroke, infeksi intra kranial, kraniotomi, aura; visual, olfaktorius tinitus,
perubahan visual, sensitif terhadap cahaya / suara yang keras, epistaksis,
parestesia, kelemahan progresif / paralisis satu sisi temporer.
☻
Nyeri / kenyamanan.
Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus
menyempit, fokus pada diri sendiri, respon emosional / prilaku tak terarah,
seperti menangis, gelisah, otot-otot daerah leher menegang, rigiditas nukal.
- Data
Fokus.
☻
Inspeksi.
Letih, lelah, ketegangan mata, mual dan muntah,
penurunan berat badan, nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
☻
Auskultasi.
Hipertensi ( peningkatan tekanan darah ).
☻
Palpasi.
☻
Perkusi.
- Diagnosa
Keperawatan.
1)
Nyeri akut / kronis B.D stres dan ketegangan, iritasi
/ tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intra kranial.
2)
Resiko tinggi tidak efektifnya koping individual B.D
situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adekuat, kelebihan
beban kerja / kurang hiburan, ketidak adekuatan relaksasi, metode koping tidak
ade kuat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
3)
Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan B.D kurang pemajanan / kurang mengingat, tidak
mengenal informasi, keterbatasan kognitif.
- Intervensi
Keperawatan.
☻
Diagnosa 1.
1)
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya ( skala 0 –
4 ), karakteristik ( misal;
berat, berdenyut, konstan ), lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk, atau
meredakan.
2)
Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal,
seperti; ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis / meringis, menarik
diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung / pernafasan, tekanan darah.
3)
Catat adanya pengaruh nyeri, misalnya; hilangnya
perhatian pada hidup, penurunan aktifitas, penurunan berat badan.
☻
Diagnosa 2.
1)
Diskusikan mengenai metode koping, seperti pemakaian
alkohol, kebiasaan merokok, pola makan, strategi relaksasi mental / fisik.
2)
Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep
citra tubuh.
3)
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala,
penanganan dan hasil yang diharapkan.
☻
Diagnosa 3.
1)
Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila
diketahui.
2)
Bantu pasien dalam mengidentifikasi kemungkinan faktor
predisposisi, seperti stres emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap
makanan / lingkungan tertentu.
3)
Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit
kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor
presipitasinya.
- Implementasi
dan Rasionalisasi Keperawatan.
☻
Diagnosa 1.
1)
Meneliti keluhan nyeri, mencatat intensitasnya ( skala
0 – 4 ), karakteristik ( misal;
berat, berdenyut, konstan ), lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk, atau
meredakan.
Rasional:
Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan
oleh pasien. Mengidentifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan
untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2)
Mengobservasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal,
seperti; ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis / meringis, menarik
diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung / pernafasan, tekanan darah.
Rasional:
Merupakan indikator / derajat nyeri yang tidak langsung yang
dialami. Sakit kepala mungkin bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi
fisiologis bisa muncul / tidak.
3)
Mencatat adanya pengaruh nyeri, misalnya; hilangnya
perhatian pada hidup, penurunan aktifitas, penurunan berat badan.
Rasional:
Nyeri dapat mempengaruhi kehidupan sampai pada suatu keadaan
yang cukup serius dan mungkin berkembang kearah depresi.
☻
Diagnosa 2.
1)
Mendiskusikan mengenai metode koping, seperti
pemakaian alkohol, kebiasaan merokok, pola makan, strategi relaksasi mental /
fisik.
Rasional:
Tingkah laku maladaptif mungkin digunakan untuk mengatasi
nyeri yang menetap atau mungkin berperan dalam berlanjutnya nyeri tersebut.
2)
Membantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep
citra tubuh.
Rasional:
Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai seseorang yang
mengalami sakit kepala dan mulai melihat dirinya sebagai seorang yang tidak
mengalami sakit kepala.
3)
Memberikan informasi mengenai penyebab sakit kepala,
penanganan dan hasil yang diharapkan.
Rasional:
Pemahaman terhadap informasi ini dapat membantu pasien dalam
menentukan pilihan, belajar mengatasi masalah dan mendapatkan satu sensasi dari
pengendalian atas keadaan yang meningkatkan harga diri.
☻
Diagnosa 3.
1)
Mendiskusikan etiologi individual dari sakit kepala
bila diketahui.
Rasional:
Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembang
kearah proses penyembuhan.
2)
Membantu pasien dalam mengidentifikasi kemungkinan
faktor predisposisi, seperti stres emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap
makanan / lingkungan tertentu.
Rasional:
Menghindari / membatasi faktor-faktor ini seringkali dapat
mencegah berulangnya / kambuhnya serangan.
3)
Menganjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit
kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor
presipitasinya.
Rasional:
Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi / mengendalikan
faktor yang mungkin menjadi pencetus sakit kepala tersebut.
- Daftar
Pustaka.
Doengos, Marily E. 1998. Rencana
Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Edisi 3
EGC; Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius FKUI, EGC; Jakarta.
0 comments
Post a Comment