CONTOH LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM
Edited By.Muhammad Imron,S.Kep,Ns
Latar Belakang
Kejang Demam atau Febrile Convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38o C ) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 3 bulan sampai 5 tahun.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah. Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 – 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dan dari suatu penelitian terhadap 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Teoritis kejang Demam
- Pengertian
Kejang
Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434
)
Kejang
demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang
( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks
cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran,
aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 : 259 ).
Livingston
( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan ;
yaitu :
1.
Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).
2.
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy
Triggered off by Fever )
Di
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa
kejang demam sederhana ialah :
1.
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2.
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih
dari 15 menit.
3.
Kejang bersifat umum.
4.
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam.
5.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7.
Frekuensi
bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
- Etiologi
Hingga
kini belum diketahui dengan pasti. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam
yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).
- Patofisiologi
Pada
keadaan demam, kenaikan suhu 1o C
akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20 %. Pada sornag
anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam
waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kallum maupun ion natrium melalui
membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, keajng telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o
C atau lebih. Dari kenyataan inilah
dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )
- Manifestasi Klinik
Umumnya
kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Bentuk kejang yang
lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian
besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang
berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara (
hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama ( Mansjoer, 2000 : 435 ).
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi- bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
ElektroensefalograFI
( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian
hari. Pemeriksaan laboratorium rutin
tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi.
- Penatalaksanaan
a.
Pengobatan fase akut
Seringkali
kejang berhenti sendiri. Pada waktu
kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrakranial.
b.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan
cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c.
Pengobatan Profilaksis.
1.
Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan
Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis
saat pasien demam. Diazepam dapat pula
diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB < 10 kg dan
10 mg bila BB > 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2.
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap
hari.
Berguna
untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan
otak. Profilaksis terus-menerus setiap
hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN KEJANG DEMAM
- Pengkajian
Menurut
Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a.
Aktifitas / Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang
ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau
orang lain.
Tanda :
Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b.
Sirkulasi
Gejala :
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda
vital normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan.
c.
Eliminasi
Gejala :
Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus
sfingter.
Posiktal : Otot
relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d.
Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e.
Neurosensori
Gejala : Riwayat
sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f.
Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit
kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap
/ tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan
pada tonus otot.
Tingkah
laku distraksi / gelisah
g.
Pernafasan
Gejala : Fase
iktal : gigi mengatup,
sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase
posiktal : apnea.
- Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito (
1999 : 468 ):
a.
Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan
persyarafan otot.
b.
Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan
tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
c.
Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan
dengan proses penyakit.
d.
Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan
program terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang
kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang
selama episode kejang.
- Rencana Keperawatan
Menurut
Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a.
Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak
efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan
otot.
Intervensi
:
1).
Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan
benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu
pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan
penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.
b.
Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan
tonk / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
Intervensi
:
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar
klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak
jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas.
3). Awasi klien
dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi
tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi
dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.
c.
Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan
dengan proses penyakit.
Intervensi
:
1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
2). Kaji saat timbulnya demam.
3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal
yang dapat dilakukan.
4). Anjurkan
pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5). Beri
kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6). Kolaborasi
dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.
d.
Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan
program terapeutik berhubungan dengan
ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan,
aktifitas, kejang selama perawatan.
Intervensi
:
1.
Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan
dan aktifitas selama kejang.
2.
Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang
menjadi pencetus timbulnya kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3.
Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang
berulang atau kejang terlalu lama walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke
rumah sakit terdekat.
- Evaluasi.
Hasil
yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah
mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera,
mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan,
pengobatan dan aktifitas selama kejang.
0 comments
Post a Comment